Senin, 08 April 2013

PROSES PERDAMAIAN DALAM PERADILAN PERDATA


TUGAS MATA KULIAH
HUKUM ACARA PERDATA
PROSES PERDAMAIAN DALAM PERADILAN PERDATA
Dosen Pengampu :
Rini Triastuti, S.H, M.Hum


 

  


Disusun oleh :
Dwi Yudianto
( K6410020 )

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2012



Proses Perdamaian Dalam Peradilan Perdata

Dalam suatu proses persidangan perkara perdata, hal pertama yang dilakukan oleh majelis hakim adalah             mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara. Upaya tersebut dilakukan oleh hakim sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No : 1 Tahun 2002 sebagai berikut :
1.      Agar semua hakim yang menyidangkan suatu perkara dengan sungguh-sungguhmengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuanPasal 130 HIR/RBg, tidak hanya sekedar formalitas menganjurkanperdamaian.
2.      Hakim yang ditunjuk dapat sebagai fasilitator yang membantu para pihakbaik dari segi waktu, tempat dan pengumpulan data serta argumentasipara pihak dalam rangka ke arah perdamaian.
3.      Pada tahap selanjutnya apabila di kehendaki para pihak yangberperkara, hakim atau pihak lain yang ditunjuk dapat bertindak sebagaimediator yang akan mempertemukan para pihak yang bersengketa gunamencari masukan mengenai pokok persoalan yang disengketakan, danberdasarkan informasi yang diperoleh serta keinginan masing-masingpihak dalam rangka perdamaian, mencoba menyusun proposalperdamaian yang kemudian di konsultasikan dengan para pihak untukmemperoleh hasil yang saling menguntungkan.
4.      Hakim yang ditunjuk sebagai fasilitator atau mediator oleh para pihaktidak dapat menjadi hakim majelis pada perkara yang bersangkutan,untuk menjaga obyektifitas.
5.      Untuk pelaksanaan tugas sebagai fasilitator maupun mediator kepadahakim yang bersangkutan diberikan waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan,dan dapat diberikan perpanjangan apabila ada alasan untuk itu denganpersetujuan Ketua Pengadilan Negeri, dan waktu tersebut tidaktermasuk waktu penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud dalamSEMA No. 6 Tahun1992.
6.      Persetujuan para pihak dituangkan dalam persetujuan tertulis dan ditanda tangani, kemudian dibuatkan akta perdamaian atau dading, agardengan akta perdamaian itu para pihak menepati apa yang telahdisepakati tersebut.
7.      Keberhasilan penyelesaian perkara melalui perdamaian, dapat dijadikanpenilaian bagi hakim yang menjadi fasilitator.
8.      Apabila usaha–usaha yang dilakukan oleh hakim tersebut tidak berhasil,hakim yang bersangkutan melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeridan pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan oleh majelis hakim dengantidak menutup peluang bagi para pihak, untuk berdamai selama prosespemeriksaan berlangsung.
9.      Hakim yang menjadi fasilitator atau mediator wajib membuat laporankepada Ketua Pengadilan secara teratur.
10.  Apabila terjadi proses perdamaian, maka proses perdamaiantersebut dapat dijadikan sebagai alasan penyelesaian perkara melebihiketentuan 6 bulan.
Dalam proses persidang perkara perdata, sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim, pertama-tama hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara. Menurut pasal 130 HIR (Herziene Indonesisch Reglement), jika pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka. Jika perdamaian tercapai maka perdamaian itu dibuat dalam sebuah akta (surat), dimana kedua belah pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang dibuat. Akta tersebut berkekuatan hukum sama seperti putusan pengadilan biasa.
Menurut Yahya Harahap, dalam prakteknya upaya hakim untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa itu lebih merupakan suatu upaya formalitas belaka. Pasal 130 dan 131 HIR dalam pelaksanaannya belum cukup efektif meningkatkan jumlah perdamaian dalam sengketa dan mengurangi tumpukan perkara di Mahkamah Agung. Kurang efektifnya pasal-pasal tersebut dalam menciptakan perdamaian, merupakan motivasi dibentuknya regulasi teknis yang lebih memaksa (imperatif). Dengan motivasi itu, kemudian Mahakamah Agung (MA) membentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari pasal 130 dan 131 HIR, yang secara tegas mengintegrasikan proses mediasi kedalam proses beracara di pengadilan. Sifat memaksa PERMA tersebut, tercermin dalam pasal 12 ayat (2), dimana dijelaskan bahwa pengadilan baru diperbolehkan memeriksa perkara melalui hukum acara perdata biasa apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan.
Menurut PERMA, MEDIASI merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan yang dilakukan melalui perundingan diantara pihak-pihak yang berperkara. Perundingan itu dibantu oleh mediator yang berkedudukan dan berfungsi sebagai pihak ketiga yang netral. Mediator berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa yang sebaik-baiknya dan saling menguntungkan. Mediator yang mendamaikan itu dapat berasal dari mediator pengadilan maupun mediator luar pengadilan. Dari manapun asalnya, mediator harus memenuhi syarat memiliki sertifikat mediator.
            Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi sesuai Perma No. 1 Tahun 2008 ini kepada para pihak yang bersengketa. [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]
Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:
a.       Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;
b.      Advokat atau akademisi hukum;
c.       Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;
d.      Hakim majelis pemeriksa perkara;
e.       Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.
            Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.  [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]
Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim.  Jika setelah jangka waktu maksimal yaitu 2 (dua) hari, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. [Pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2008] Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik. [Pasal 12 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Menurut pasal 13 PERMA, jika mediasi gagal, maka terhadap segala sesuatu yang terjadi selama proses mediasi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Selain semua dokumen wajib dimusnahkan, mediator juga dilarang menjadi saksi atas perkara tersebut – pihak yang tidak cakap menjadi saksi. Pernyataan maupun pengakuan yang timbul dalam proses mediasi, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti persidangan perkara yang bersangkutan maupun perkara lain. Penggunaannya dalam persidangan menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan bukti.
Tahap-Tahap Proses Mediasi
            Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.
            Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari.
            Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008] Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. [Pasal 14 Perma No. 1 Tahun 2008] Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
            Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
            Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. [Pasal 17 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tugas-Tugas Mediator:
1.      Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
2.      Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3.       Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
4.       Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. [Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja, para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.
            Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud diatas, berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan. [Pasal 18 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tempat Penyelenggaraan Mediasi
            Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama atau ditempat lain yang disepakati oleh para pihak. Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya. [Pasal 20 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan. Pengajuan gugatannya harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.
            Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)      Sesuai kehendak para pihak;
b)       Tidak bertentangan dengan hukum;
c)       Tidak merugikan pihak ketiga;
d)      Dapat dieksekusi.
e)      Dengan iktikad baik. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]
Perdamaian Di Tingkat Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali
            Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]

Kekuatan Hukum Akta Perdamaian
Disamakan kekuatannya dengan Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap
·         Menurut pasal 130 ayat (2) HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap – dan terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.
Mempunyai Kekuatan Eksekutorial
·         Karena telah berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian tersebut langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan, maka dapat dimintakan eksekusi kepada pengadilan.
Putusan Akta Perdamaian Tidak Dapat Dibanding
·         Karena berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, maka terhadap akta perdamaian tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.




Contoh akta perdamaian
Akta Perdamaian
Pada hari ..................., tanggal ............................, pada persidangan terbuka dari Pengadilan Negeri di ....................... yang mengadili perkara perdata, telah datang menghadap:
I.         A, pekerjaan ....................... bertempat tinggal di ........................... menurut surat gugatan dalam perkara Daftar no. ........................... ialah sipenggugat, dan
II.       B, pekerjaan ....................... bertempat tinggal di ........................... menurut surat gugatan tersebut, ialah tergugat.
yang menerangkan bersedia dan mau mengakhiri persengketaan antara mereka itu, yang telah dimajukan dalam gugatan tersebut, dengan mengadakan perdamaian dan untuk itu telah mengadakan persetujuan sebagai berikut: B berjanji akan membayar kepada A suatu jumlah sebanyak Rp .............................., separuh dengan uang tunai selambat-lambatnya pada ...............................dan separuh lagi akan dibayar dengan beras Cianjur Kwalitet no. 1 menurut harga pasar, selambat-lambatnya pada tanggal .................... .
Setelah persetujuan itu dibuat atas surat dan dibacakan peda kedua belah pihak, maka mereka itu masing-masing menyatakan menyetujui seluruhnya isi surat itu.
Kemudian Ketua Majelis menjatuhkan putusan sebagai berikut:

PUTUSAN
No: .........................
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YNG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah mendengar persetujuan kedua belah pihak tersebut;
Mengingat pasal 130 HIR dan Peraturan Mahkamah Agung No. ..... Tahun 2008
Mengadili:
                Menghukum kedua belah pihak A dan B tersebut untuk menepati persetujuan yang telah dimufakati itu ;
                Demikianlah diputuskan pada hari ..........................., tanggal ........................., oleh ...........................Ketua (atau hakim) Pengadilan Negeri di .......................... . keputusan mana pada hari itu juga diucapkan di muka umum oleh ketua (atau hakim) tersebut, dengan dihadiri oleh ........................, Panitera Pengadilan Nergeri tersebut, dan kedua belah pihak yang berperkara.


Panitera tsb,                                                                             Ketua (atau hakim) tsb,

(tandatangan)                                                                                 (tandatangan)


Daftar Pustaka

Þ     legalakses.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar