Senin, 08 April 2013

PROSES PERDAMAIAN DALAM PERADILAN PERDATA


TUGAS MATA KULIAH
HUKUM ACARA PERDATA
PROSES PERDAMAIAN DALAM PERADILAN PERDATA
Dosen Pengampu :
Rini Triastuti, S.H, M.Hum


 

  


Disusun oleh :
Dwi Yudianto
( K6410020 )

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2012



Proses Perdamaian Dalam Peradilan Perdata

Dalam suatu proses persidangan perkara perdata, hal pertama yang dilakukan oleh majelis hakim adalah             mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara. Upaya tersebut dilakukan oleh hakim sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No : 1 Tahun 2002 sebagai berikut :
1.      Agar semua hakim yang menyidangkan suatu perkara dengan sungguh-sungguhmengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuanPasal 130 HIR/RBg, tidak hanya sekedar formalitas menganjurkanperdamaian.
2.      Hakim yang ditunjuk dapat sebagai fasilitator yang membantu para pihakbaik dari segi waktu, tempat dan pengumpulan data serta argumentasipara pihak dalam rangka ke arah perdamaian.
3.      Pada tahap selanjutnya apabila di kehendaki para pihak yangberperkara, hakim atau pihak lain yang ditunjuk dapat bertindak sebagaimediator yang akan mempertemukan para pihak yang bersengketa gunamencari masukan mengenai pokok persoalan yang disengketakan, danberdasarkan informasi yang diperoleh serta keinginan masing-masingpihak dalam rangka perdamaian, mencoba menyusun proposalperdamaian yang kemudian di konsultasikan dengan para pihak untukmemperoleh hasil yang saling menguntungkan.
4.      Hakim yang ditunjuk sebagai fasilitator atau mediator oleh para pihaktidak dapat menjadi hakim majelis pada perkara yang bersangkutan,untuk menjaga obyektifitas.
5.      Untuk pelaksanaan tugas sebagai fasilitator maupun mediator kepadahakim yang bersangkutan diberikan waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan,dan dapat diberikan perpanjangan apabila ada alasan untuk itu denganpersetujuan Ketua Pengadilan Negeri, dan waktu tersebut tidaktermasuk waktu penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud dalamSEMA No. 6 Tahun1992.
6.      Persetujuan para pihak dituangkan dalam persetujuan tertulis dan ditanda tangani, kemudian dibuatkan akta perdamaian atau dading, agardengan akta perdamaian itu para pihak menepati apa yang telahdisepakati tersebut.
7.      Keberhasilan penyelesaian perkara melalui perdamaian, dapat dijadikanpenilaian bagi hakim yang menjadi fasilitator.
8.      Apabila usaha–usaha yang dilakukan oleh hakim tersebut tidak berhasil,hakim yang bersangkutan melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeridan pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan oleh majelis hakim dengantidak menutup peluang bagi para pihak, untuk berdamai selama prosespemeriksaan berlangsung.
9.      Hakim yang menjadi fasilitator atau mediator wajib membuat laporankepada Ketua Pengadilan secara teratur.
10.  Apabila terjadi proses perdamaian, maka proses perdamaiantersebut dapat dijadikan sebagai alasan penyelesaian perkara melebihiketentuan 6 bulan.
Dalam proses persidang perkara perdata, sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim, pertama-tama hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara. Menurut pasal 130 HIR (Herziene Indonesisch Reglement), jika pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka. Jika perdamaian tercapai maka perdamaian itu dibuat dalam sebuah akta (surat), dimana kedua belah pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang dibuat. Akta tersebut berkekuatan hukum sama seperti putusan pengadilan biasa.
Menurut Yahya Harahap, dalam prakteknya upaya hakim untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa itu lebih merupakan suatu upaya formalitas belaka. Pasal 130 dan 131 HIR dalam pelaksanaannya belum cukup efektif meningkatkan jumlah perdamaian dalam sengketa dan mengurangi tumpukan perkara di Mahkamah Agung. Kurang efektifnya pasal-pasal tersebut dalam menciptakan perdamaian, merupakan motivasi dibentuknya regulasi teknis yang lebih memaksa (imperatif). Dengan motivasi itu, kemudian Mahakamah Agung (MA) membentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari pasal 130 dan 131 HIR, yang secara tegas mengintegrasikan proses mediasi kedalam proses beracara di pengadilan. Sifat memaksa PERMA tersebut, tercermin dalam pasal 12 ayat (2), dimana dijelaskan bahwa pengadilan baru diperbolehkan memeriksa perkara melalui hukum acara perdata biasa apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan.
Menurut PERMA, MEDIASI merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan yang dilakukan melalui perundingan diantara pihak-pihak yang berperkara. Perundingan itu dibantu oleh mediator yang berkedudukan dan berfungsi sebagai pihak ketiga yang netral. Mediator berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa yang sebaik-baiknya dan saling menguntungkan. Mediator yang mendamaikan itu dapat berasal dari mediator pengadilan maupun mediator luar pengadilan. Dari manapun asalnya, mediator harus memenuhi syarat memiliki sertifikat mediator.
            Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi sesuai Perma No. 1 Tahun 2008 ini kepada para pihak yang bersengketa. [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]
Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:
a.       Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;
b.      Advokat atau akademisi hukum;
c.       Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;
d.      Hakim majelis pemeriksa perkara;
e.       Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.
            Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.  [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]
Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim.  Jika setelah jangka waktu maksimal yaitu 2 (dua) hari, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. [Pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2008] Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik. [Pasal 12 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Menurut pasal 13 PERMA, jika mediasi gagal, maka terhadap segala sesuatu yang terjadi selama proses mediasi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Selain semua dokumen wajib dimusnahkan, mediator juga dilarang menjadi saksi atas perkara tersebut – pihak yang tidak cakap menjadi saksi. Pernyataan maupun pengakuan yang timbul dalam proses mediasi, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti persidangan perkara yang bersangkutan maupun perkara lain. Penggunaannya dalam persidangan menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan bukti.
Tahap-Tahap Proses Mediasi
            Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.
            Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari.
            Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008] Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. [Pasal 14 Perma No. 1 Tahun 2008] Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
            Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
            Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. [Pasal 17 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tugas-Tugas Mediator:
1.      Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
2.      Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3.       Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
4.       Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. [Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja, para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.
            Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud diatas, berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan. [Pasal 18 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tempat Penyelenggaraan Mediasi
            Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama atau ditempat lain yang disepakati oleh para pihak. Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya. [Pasal 20 Perma No. 1 Tahun 2008]
            Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan. Pengajuan gugatannya harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.
            Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)      Sesuai kehendak para pihak;
b)       Tidak bertentangan dengan hukum;
c)       Tidak merugikan pihak ketiga;
d)      Dapat dieksekusi.
e)      Dengan iktikad baik. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]
Perdamaian Di Tingkat Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali
            Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]

Kekuatan Hukum Akta Perdamaian
Disamakan kekuatannya dengan Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap
·         Menurut pasal 130 ayat (2) HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap – dan terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.
Mempunyai Kekuatan Eksekutorial
·         Karena telah berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian tersebut langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan, maka dapat dimintakan eksekusi kepada pengadilan.
Putusan Akta Perdamaian Tidak Dapat Dibanding
·         Karena berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, maka terhadap akta perdamaian tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.




Contoh akta perdamaian
Akta Perdamaian
Pada hari ..................., tanggal ............................, pada persidangan terbuka dari Pengadilan Negeri di ....................... yang mengadili perkara perdata, telah datang menghadap:
I.         A, pekerjaan ....................... bertempat tinggal di ........................... menurut surat gugatan dalam perkara Daftar no. ........................... ialah sipenggugat, dan
II.       B, pekerjaan ....................... bertempat tinggal di ........................... menurut surat gugatan tersebut, ialah tergugat.
yang menerangkan bersedia dan mau mengakhiri persengketaan antara mereka itu, yang telah dimajukan dalam gugatan tersebut, dengan mengadakan perdamaian dan untuk itu telah mengadakan persetujuan sebagai berikut: B berjanji akan membayar kepada A suatu jumlah sebanyak Rp .............................., separuh dengan uang tunai selambat-lambatnya pada ...............................dan separuh lagi akan dibayar dengan beras Cianjur Kwalitet no. 1 menurut harga pasar, selambat-lambatnya pada tanggal .................... .
Setelah persetujuan itu dibuat atas surat dan dibacakan peda kedua belah pihak, maka mereka itu masing-masing menyatakan menyetujui seluruhnya isi surat itu.
Kemudian Ketua Majelis menjatuhkan putusan sebagai berikut:

PUTUSAN
No: .........................
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YNG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah mendengar persetujuan kedua belah pihak tersebut;
Mengingat pasal 130 HIR dan Peraturan Mahkamah Agung No. ..... Tahun 2008
Mengadili:
                Menghukum kedua belah pihak A dan B tersebut untuk menepati persetujuan yang telah dimufakati itu ;
                Demikianlah diputuskan pada hari ..........................., tanggal ........................., oleh ...........................Ketua (atau hakim) Pengadilan Negeri di .......................... . keputusan mana pada hari itu juga diucapkan di muka umum oleh ketua (atau hakim) tersebut, dengan dihadiri oleh ........................, Panitera Pengadilan Nergeri tersebut, dan kedua belah pihak yang berperkara.


Panitera tsb,                                                                             Ketua (atau hakim) tsb,

(tandatangan)                                                                                 (tandatangan)


Daftar Pustaka

Þ     legalakses.com

Analisis Pemberlakuan Peraturan Daerah Kab.Ponorogo No.5 Tahun 2011 Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Dikaitkan Dengan Penutupan Sementara Tempat Hiburan di Bulan Puasa


Analisis Pemberlakuan Peraturan Daerah Kab.Ponorogo No.5 Tahun 2011 Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Dikaitkan Dengan Penutupan Sementara Tempat Hiburan di Bulan Puasa

Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kebijakan Publik
Dosen Pengampu : Rima Vien PH, SH, MH


  



OLEH :
Dwi Yudianto
K6410020


PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012




BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintah dan pemerintahan mempunyai pengertian yang berbeda. Pemerintah merujuk  kepada organ atau alat perlengkapan, sedangkan pemerintahan menunjukkan  bidang tugas atau fungsi. Dalam arti sempit pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja. Sedangkan dalam arti luas, pemerintah mencakup  aparatur negara yang meliputi semua organ-organ, badan-badan atau lembaga-lembaga, alat perlengkapan negara yang melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan negara. Dengan demikian  pemerintah dalam arti luas adalah semua lembaga negara yang terdiri dari lembaga-lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dalam arti sempit pemerintahan adalah segala kegiatan, fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga eksekutif untuk mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan yang terorganisir yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat atau penduduk dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Di samping itu dari segi struktural fungsional pemerintahan dapat didefinisikan pula sebagai suatu sistem struktur dan organisasi dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mewujudkan tujuan negara.
 Salah satu kegiatan yang menjadi kewajiban pemerintah adalah mengatur suatu daerah untuk menjadi daerah yang sejahtera, melaksanakan suatu kegiatan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu menjadikan rakyat yang adil makmur dan sejahtera. Yaitu dengan membuat suatu kebijakan publik untuk mengatur masyarakat menuju kearah yang benar. Dengan bersifat mengatur maka pemerintah harus mengatur apa yang harus diatur/diperbaiki suatu permasalahan yang bisa dijadikan suatu kebijakan untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat.
Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4).
Dengan pengertian kebijakan publik seperti di atas, yaitu harus mengandung suatu manfaat bagi kehidupan bersama. Di dalam paper ini saya mengangkat suatu permasalahan public sekitar 2 tahun yang lalu dimana sedang berkembangnya bisnis tempat karaoke keluarga, yang terkadang disalahgunakan untuk tempat prostitusi terselubung dengan kedok karaoke keluarga. Yang menjadi masalahnya yaitu disaat agama tertentu menjalankan ibadahnya disatu bulan tertentu, tempat ini dibuka dan menjadikan ketidaknyamanan dari umat beragama tersebut.















BAB II
PEMBAHASAN
Masalah publik yang saya angkat disini adalah tentang kenyamanan bagi umat beragama yaitu umat Muslim terhadap tempat-tempat hiburan malam yang dibuka pada waktu bulan ramadhan. Hal tersebut membuat para aktifis umat beragama tertentu sering mengadakan razia illegal, tanpa adanya surat izin merazia. Dengan begitu malah menimbulkkan suatu masalah baru yang meresahkan pengguna tempat hiburan tersebut. Dengan begitu maka pemerintah kabupaten Ponorogo menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo no.5 tahun 2011 yaitu tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.        

a.      Formulasi Kebijakan Publik
            Pembuatan kebijakan publik adalah salah satu tugas administrasi publik untuk mengelola publickness/kepublikan, yang mencakup baik aspek politik maupun managemen. Dan administrasi publik yaitu suatu kendaraan untuk mengekspresikan nilai-nilai dan preferensi warga Negara, komunitas dan masyarakat secara keseluruhan. Perangkat nilai dan preferensi tersebut mengarah pada apa yang disebut publikness/kepublikan.
            Formulasi kebijakan meliputi tiga hal, yaitu perumusan masalah kebijakan, agenda kebijakan dan peumusan kebijakan. Yang pertama yaitu perumusan masalah kebijakan yaitu permasalahan yang bersifat umum, luas dan berdampak pada banyak orang tidak hanya satu orang. Dengan begitu masalah publik ini sudah dijelaskan bahwa ketidaknyamanan umat islam terhadap tempat hiburan karaoke yang beroprasi dibulan ramadhan.
            Masalah publik adalah suatu masalah yang berdampak luas tidak kepada seseorang atau badan tertentu, berdampak kepada masyarakat luas(dominasi publik), menuntut penyelesaiannya dari orang banyak serta banyaknya jumlah orang yang terlibat dalam permasalahan ini. Masalah sendiri memiliki arti yaitu suatu kondisi kurang ideal yang dilakukan karena ketidak terpenuhinya suatu kebutuhan yang pada sebagian orang menginginkan perubahan/perbaikan/pertolongan.
            Jadi dengan begitu suatu umat beragama di ponorogo yang tidak nyaman terhadap suatu tempat hiburan yang buka ketika umat islam sedang melakukan ibadah di bulan tertentu yaitu pada bulan ramadhan. Dengan begitu sering terjadi razia secara illegal oleh suatu kelompok berazaskan keagamaan terhadap tempat-tempat hiburan seperti tempat karaoke keluarga. Hal tersebut malah menimbulkan suatu permasalahan baru mengenai ketidak nyamanan terhadap pengguna hiburan tersebut. Dengan masalah ini banyak pihak-pihak yang merasa tidak nyaman dengan aksi tersebut, terutama pihak pengelola bisnis tersebut.
            Maka pemerintah didesak oleh berbagai pihak untuk cepat menyelesaikan masalah tersebut dengan membuat kebijakan publik yang tepat. Masalah ini muncul sekitar 2 tahun yang lalu yaitu tahun 2010 yang sedang maraknya atau sedang berkembangnya bisnis tempat karaoke keluarga yang sangat digemari oleh banyak masyarakat. Tempat tersebut buka sampai menjelang pagi yaitu biasanya tutup sampai jam 2-3 pagi tergantung kepada pengelolanya. Lebih parahnya lagi, terkadang banyak oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab menyalahgunakan tempat hobi ini kearah yang negative yaitu tempat minum, bahkan kearah pelacuran. Sebab itulah yang membuat para aktifis keagamaan yang seolah-olah marah kepada penyedia tempat karaoke tersebut yang sering mereka razia tanpa memperdulikan etika dan norma tertentu, hal tersebut wajar karena kelakuan penikmat /oknum-oknum pengguna hiburan tersebut malah lebih tidak bermoral.
            Tetapi bagi para pengguna tempat hiburan karaoke keluarga tersebut dengan istri, teman, keluarga, dan kolega yang memang berniat untuk melepas penat setelah lelah dengan aktifitas pekerjaanya sehari-hari menjadi terganggu dan tidak nyaman lagi.
            Yang kedua yaitu agenda kebijakan pada masalah ini menurut saya bertipe agenda institusional atau agenda pemerintahan yang terdiri dari persoalan-persoalan yang tertuang dalam agenda sistemik dimana kemudian para pejabat publik memberikan perhatian yang serius dan aktif atas issu-issu yang berkembang dalam agenda sistemik. Agenda ini berisi masalah-masalah baru yang salah satunya yaitu ketidaknyamanan umat islam ketika menjalankan ibadah dibulan ramadhan dengan maraknya tempat-tempat karaoke keluarga yang disinyalir merupakan tempat ajang prostitusi terselubung.
            Dan yang terakhir yaitu perumusan kebijakan yang merupakan turunan dari perumusan masalah yang diagendakan dalam agenda kebijakan. Perumusan masalah mempunyai tujuan untuk mengembangkan rencana, metode, resep yang dalam hal ini berupaya untuk meringankan suatu masalah, kebutuhan serta suatu tindakan dalam menyelesaikan suatu permasalahan publik. Dengan begitu masalah publik yang sudah teragendakan kebijakan untuk segera dicari jalan tengah cara mengatasinya dengan membuat kebijakan itu sendiri.
            Dari berbagai model formulasi kebijakan publik menurut saya kebijakan yang saya ambil ini yaitu model pilihan publik. Dengan banyak orang yang beragama islam menolak tempat hiburan karaoke beroprasi dibulan ramadhan menjadikan dorongan yang kuat bagi pemerintah kabupaten ponorogo untuk segera mengesahkan perda tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat tersebut. Bentuk dari kebijakan publik tersebut adalah perda tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat tersebut, yang memuat banyak hal mengenai ketertiban umum dan untuk bertujuan menuju masyarakat yang tentram tanpa adanya kegelisahan-kelgelisahan dengan lingkungan sosialnya. Hal tersebut merupakan masalah yang diangkat oleh ormas masyarakat yaitu FPI(Fron Pembela Islam) atas nama masyarakat muslim ponorogo. Jika tidak segera disahkan akan selalu merazia sendiri/tanpa izin tempat-tempat hiburan tersebut.
            Perda tersebut ditetapkan di Ponorogo pada tanggal 25 Maret 2011 dan diundangkan dalam lembaran daerah kabupaten ponorogo tahun 2011, pada tanggal 25 Juli 2011 no 5. Salah satunya berisi tentang tertib lingkungan pada bab IV, pasal 12 ayat 2 yang berbunyi “Untuk melindungi hak setiap orang dalam pelaksanaan peribadatan/kegiatan keagamaan, Pemerintah Kabupaten dapat menutup dan/atau menutup sementara tempat-tempat hiburan atau kegiatan yang dapat mengganggu pelaksanaan peribadatan.”

b.      Implementasi Kebijakan Publik
            Dengan disahkannya peraturan daerah tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat tersebut, dan salah satu pasalnya yaitu pada bab IV Tertib Lingkungan, pasal 12 ayat 2 yang berbunyi “Untuk melindungi hak setiap orang dalam pelaksanaan peribadatan/kegiatan keagamaan, Pemerintah Kabupaten dapat menutup dan/atau menutup sementara tempat-tempat hiburan atau kegiatan yang dapat mengganggu pelaksanaan peribadatan.” Maka dengan diberlakukannya perda tersebut, sekarang mulai tahun 2011 lalu atas izin pemerintah kabupaten ponorogo dengan menutup sementara tempat karaoke pada bulan ramadhan. Dengan merazia dan mensosialisasikan kebijakan tersebut terhadap tempat-tempat hiburan karaoke untuk menutup sementara pada bulan ramadhan untuk menciptakan kenyamanan umat islam. Hal ini dijalankan oleh alat pemerintah untuk menjalankan serta mensosialisasikan kepada umum yaitu polisi pamong praja, dibantu oleh pihak kepolisian republik Indonesia dan tentara nasional Indonesia(Provos dan Polisi Militer).
            Model ini dinamakan model implementasi mekanisme paksa, yaitu peran pemerintah atau lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa di dalam negara dan tidak ada mekanisme insentif bagi yang menjalani, tetapi justru ada sanksi bagi yang menolak melaksanakan atau melanggarnya.
            Bisa dilihat dengan cara para penegak hukum dengan memberikan pemberitahuan dengan datang ke tempat hiburan karaoke sebulan sebelum bulan ramadhan disertai dengan razia gabungan yang dilakukan satpol pamong praja, tni dan polri. Dimaksudkan dengan adanya pemberitahuan sebelumnya pengelola bisa mempersiapkan waktu untuk menutup sebulan penuh. Selama bulan puasa 2012 dibulan agustus itu sudah tutup seperti yang diinginkan masyarakat, dengan pemberitahuan sekaligus razia oleh aparatur pemda pada bulan juli.

c.       Evaluasi Kebijakan Publik
            Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakuakan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu. Memang tidak ada batasan waktu yang pasti dari sebuah kebijakan bisa dievaluasi.
            Kebijakan publik tersebut dinilai baik karena telah bisa menanggulangi issu-issu yang beredar dimasyarakat yaitu tentang kenyamanan melaksanakan ibadah yang ada dibulan tertentu. Dengan begitu tidak ada razia yang illegal terhadap tempat karaoke tersebut dari pihak ormas atas dasar agama tersebut. Jadi dampak bagi umat islam di ponorogo yaitu senang dengan kebijakan tersebut karena telah memberikan kenyamanan dalam sebulan tidak beroprasinya tempat karaoke yang ada di kabupaten ponorogo, karena menganggap bahwa bulan ramadhan dinilai sebagai satu bulan yang sangat baik dibandingkan bulan-bulan lainnya, serta untuk pembelajaran para masyarakat ponorogo untuk tidak berbuat maksiat serta meningkatkan ketaatanya terhadap Tuhannya.
            Tetapi disisi lain, bagi para pengusaha tempat karaoke telah dirugikan dan para karyawan dan yang bekerja di tempat tersebut dirugikan karena kebijakan tersebut yang telah menutup selama bulan ramadhan. Jika dikalkulasikan pengusaha tempat karaoke bisa rugi sampai puluhan juta rupiah jika tidak beroprasi sebulan saja. Para karyawan dipaksa sebulan menganggur yang mengakibatkan terjadinya pengangguran walaupun jumlahnya hanya sekitar 100 orang di Ponorogo, selain itu pemerintah juga dinilai sudah mematikan sumber pencaharian warga masyarakat tertentu dari kebijakan ini selama bulan ramadhan misalnya yaitu tukang parkir dan lainnya. Tetapi hal itulah yang menjadi kesepakatan bersama agar tidak terjadi suatu ketidaknyamanan bagi pengelola/pengusaha serta umat Bergama yang lainnya.




















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan publik adalah sesuatu yang diprogamkan pemerintah untuk memberikan suatu manfaat atau juga menyelesaikan suatu masalah publik yang ada pada suatu tempat. Masalah publik yaitu berdampak luas tidak hanya terjadi pada seseorang, tetapi masyarakat luas, dan juga penyelesaiannya tidak bisa menggunakan satu orang saja tetapi harus diselesaikan oleh banyak orang, serta luasnya dalam arti masyarakat umum yang luas tentang keterlibatannya.
Dari masalah diatas maka dapat disimpulkan bahwa suatu kebijakan publik itu tidak ada yang sangat benar, atau sangat bagus untuk dilaksanakannya. Karena suatu kebijakan publik itu dirumuskan dari suatu masalah dan memiliki sisi positif dan negatif dari dampak pengimplementasiannya/pelaksanaannya. Serta bagaimana kebijakan publik itu berhasil atau tidaknya tergantung dari penggunakan alat pemerintah yang benar/baik dalam pelaksanaannya, ketepatan cara, efisien waktu yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaannya.
Dengan berlakunya perda no.5 tahun 2011 tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat maka bertujuan untuk mengaplikasikan nama dari perda tersebut yaitu mentertibkan kehidupan umum serta mententramkan masyarakat luas agar menjadikan masyarakat ponorogo tentram dan damai, yaitu adalah sebuah hasil dari kebijakan publik yang diimplementasikan menjadi peraturan daerah.
Sumber Pustaka
Þ    Subarsono, 2011, Analisis Kebijakan Publik(konsep, teori dan aplikasi), Yogyakarta, PUSTAKA BELAJAR
Þ    Dwi Rutriana dkk, 2012, Public Governance(pemerintah dan masyarakat saling menguatkan dalam kepedulian dan sinergitas), Surakarta, UNS Press
Þ    Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo, Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat